KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan kesehatan
sehingga kami dapat melaksanakan dan menyelesaikan laporan studi kasus ini.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Perkembangan Anak
Usia Sekolah Dasar. Program Studi Pendidikan Dasar Pasca Sarjana Universitas
Negeri Jakarta.
Terimakasih kami
ucapkan kepada Prof. Dr. Martini Jamaris, M.Sc.Ed yang telah memberikan materi
perkuliahan dan bimbingan penulisan laporan ini. Terimakasih pula pada ananda Wahyu Raka atas ketekunan dan keseriusannya mengikuti assesmen dan
bimbingan yang telah penulis berikan sehingga dapat berjalan dengan lancar. Tak
lupa kami ucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada rekan-rekan
sejawat yang telah memberikan masukan-masukan dalam diskusi pendek tentang
kesulitan-kesulitan belajar yang dialami
siswa-siswi di SDN Ciracas 03 Pagi.
Laporan ini tentu masih
jauh dari kesempurnaan, kiranya saran dan masukan dari para pembaca ,para
praktisi pendidikan sangat kami harapkan, semoga tulisan ini memberi manfaat
bagi yang membacanya.
Jakarta
22 Desember 2012
Penulis
i
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang 1
B. Ruang
Lingkup 2
C. Tujuan 2
BAB.
II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
Matematika 3, 4
B. Tahapan
Dalam Belajar matematika
C. Tahap
perkembangan matematika anak usia sekolah dasar 5, 6
BAB
III LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN KASUS
A. Profil
Anak 7
B. Pelaksnanaan 7
BAB
IV ANALISIS HASIL STUDI KASUS 8
BAB
V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9
DAFTAR
PUSTAKA 10
LAMPIRAN
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Disadari sepenuhnya bahwa bagi sebagian siswa
sekolah dasar, matematika
menjadi
pelajaran yang tidak menyenangkan, bahkan dibenci. Tentu, hal ini akan
berdampak pada
hasil belajarnya. Ketidaksukaan siswa akan matematika dapat
disebabkan banyak
hal, seperti cara guru mengajar yang kurang tepat, metode
pembelajaran
yang kurang menarik, bahkan dapat juga disebabkan berbagai pandangan negatif
akan kesulitan matematika yang sering siswa dengar dari orang lain, semisal orang
tuanya. Sesungguhnya, memang matematika mempunyai faktor penyulit bagi yang
ingin mempelajarinya, yakni karakteristik matematika yang abstrak sementara di sisi
lain kemampuan abstraksi siswa, terutama siswa sekolah dasar, masih rendah. Hal
ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru agar menjadikan matematika yang
abstrak itu menjadi “nyata” dalam benak siswa. Soedjadi
(1999: 37) menyatakan bahwa matematika
sekolah tidak sama dengan matematika sebagai
ilmu dalam hal penyajiannya, pola pikirnya, keterbatasan semestanya, dan tingkat keabstrakannya. Untuk mempermudah
penyampaiannya, penyajian butir-butir
matematika harus disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual siswa, misalnya dengan menurunkan tingkat
keabstrakannya, atau dalam batas-batas
tertentu menggunakan pola pikir induktif, khususnya untuk siswa di sekolah
tingkat rendah, mengingat mereka belum dapat
berpikir secara abstrak dan menggunakan pola
pikir deduktif.
Pembelajaran matematika di
sekolah tidak hanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan matematika
yang bersifat material, yaitu untuk membekali siswa agar menguasai matematika
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun lebih dari itu,
pembelajaran matematika juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan matematika
yang bersifat formal, yaitu untuk menata nalar siswa dan membentuk kepribadiannya.
Hal
itu dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
media pembelajaran atau alat peraga yang sesuai. Selain itu guru perlu juga menjadikan pembelajarannya agar lebih menarik,
misalnya melalui permainan, mengingat anak
sekolah dasar, dalam tahap perkembangan psikologisnya masih menyukai permainan
Permainan games point yang dicoba untuk
memberikan motivasi pada anak untuk menyukai matematika yang telah penulis
lakukan memang telah berhasil memotivasi mereka untuk lebih antusias belajar di
kelas dengan perasaan yang menyenangkan. Bahkan permainan ini sangat ditunggu
–tunggu bagi anak kelas V di SDN ciracas 03 pagi. Namun ternyata permainan ini
saja tidak lah cukup, karena memang pembelajaran matematika di kelas V
memerlukan kemampuan awal yang harus dikuasai seperti perkalian dan pembagian.
|
B. Ruang
lingkup
Assesment ini dilakukan pada seorang
anak laki-laki berusia 12 tahun kelas V SDN ciracas 03 pagi yang bernama Wahyu
Raka.
C. Tujuan
Assesmet ini dilakukan dengan
tujuan agar anak tersebut mampu mengikuti materi matematika sesuai dengan
kpmpetensi dasar yang diajarkan di kelas V tanpa kesulitan.
2
BAB. II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian
matematika
Istilah Matematika menurut bahasa Latin (manthanein
atau mathema) yang berarti belajar atau hal yang dipelajari,
yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.
Matematika adalah salah satu
pengetahuan tertua dan dianggap sebagai induk atau alat dan bahasa dasar banyak
ilmu. Matematika terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang yang merupakan
suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu
pengetahuan alam.
Sampai
saat ini, tidak ada pendapat yang seragam mengenai pengertianmatematika.
Sebagian orang menganggap bahwa matematika tidak lebih dari sekedar berhitung
dengan menggunakan rumus dan angka-angka. Namun, sebagaimana halnya musik bukan
sekedar bernyanyi, matematika bukan pula sekedar berhitung atau berkutat dengan
rumus-rumus dan angka-angka. Herman Hudojo (1979: 97) mengemukakan bahwa
matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya yang
diatur dengan konsep-konsep abstrak. Sementara Slamet Dajono (1976: 10)
memberikan 3 macam pengertian elementer mengenai matematika sebagai berikut:
1.
Matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan dan ruang
2.
Matematika sebagai studi
ilmu pengetahuan tentang klasifikasi dan konstruksiberbagai struktur dan pola
yang dapat diimajinasikan.
3.
Matematika sebagai kegiatan
yang dilakukan oleh para matematisi.
Lepas dari berbagai pendapat
yang tampak berbeda mengenai pengertian
matematika tersebut, tetap dapat ditarik ciri-ciri atau
karakteristik yang sama. Menurut Soedjadi (1999:13), karakteristik matematika
adalah: memiliki objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir
deduktif, memiliki simbol yang kosong arti, memperhatikan semesta pembicaraan,
dan konsisten dalam sistemnya.
Menurut Bell (1981: 108),
objek matematika terdiri atas fakta, keterampilan,
konsep, dan prinsip. Berikut adalah uraian mengenai objek-objek
matematika tersebut.
1.
Fakta
Fakta adalah semua
kesepakatan dalam matematika, seperti simbol-simbol
matematika. Siswa
dikatakan memahami fakta apabila ia telah dapat menyebutkan
dan menggunakannya secara
tepat.
2.
Keterampilan
Keterampilan adalah operasi atau prosedur yang diharapkan dapat
dikuasai siswa secara cepat dan tepat. Siswa dikatakan menguasai keterampilan
apabila ia dapat
menunjukkan keterampilan
tersebut secara tepat, dapat menyelesaikan berbagai
jenis masalah yang
memerlukan keterampilan tersebut, dan menerapkan
keterampilan tersebut ke
dalam berbagai situasi.
3.
Konsep
Konsep adalah ide abstrak
yang memungkinkan seseorang dapat menentukan
|
Siswa dikatakan menguasai konsep apabila ia mampu
mengidentifikasi contoh dan noncontoh konsep.
4.
Prinsip
Prinsip adalah rangkaian
beberapa konsep secara bersama-sama beserta hubungan
(keterkaitan) antarkonsep
tersebut. Siswa dikatakan menguasai prinsip apabila ia
dapat mengidentifikasi
konsep-konsep yang terkandung di dalam prinsip tersebut,
menentukan hubungan
antarkonsep, dan menerapkan prinsip tersebut ke dalam
situasi tertentu.
Soedjadi (1999: 138)
mengemukakan bahwa matematika adalah salah satu ilmu dasar, baik aspek
terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam upaya
penguasaan ilmu dan teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu, matematika
perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik terapannya maupun pola
pikirnya. Itulah alasan penting mengapa matematika perlu diajarkan di sekolah
Matematika
bukan Aritmatik
Matematika mengandung
arti bila simbol matematika tidak hanya mengandung berbagai simbol matematik
atau bentuk geometri saja tetapi matematika adalah bahasa yang melambangkan
serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang
matematika bersifat artifisial yang baru mengandung arti setelah sebuah makna
diberikan kepadanya (Yuyun S.Sumantri ,1998:190)
Matematika
Sebagai Sarana berpikir ilmiah
Cara berpikir ilmiah
merupakan alat untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Hal ini disebabkan karena
matematika merupakan bentuk tertinggi
dari logika yang menghasilkan sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat logis
yang menghasilkan berbagai pernyataan dalam bentuk model matematika. Rumus
matematika dapat memangkas kalimat panjang ke dalam simbol-simbol sederhana
(Yuyun S.Sumantri ,1998:203) dengan demikian matematika merupakan sarana
berpikir ilmiah, hal ini terlihat dari aktivitas yang dilakukan melalui proses
berpikir secara matematis mencakup perceiving, describing,classifying, and
explaining pattrens every where-in number, data and space and even in pattrens
themselves (Reidesel, Schwart& Clement,1992:13)
Matematika
Merupakan Sarana Kehidupan Sehari-hari
Secara Umum orang
mengemukakan bahwa matematika merupakan sarana kehidupan sehari-hari karena
dipergunakan hampir setiap aspek kehidupan, baik melalui proses berpikir logis
yang mempertimbangkan sebab akibat, untung rugi maupun digunakan dalam praktek
perhitungan perdagangan.
Berdasarkan uraian di
atas maka dapat disimpulkan bahwa matematika dapat digunakan dalam pemecahan
masalah kehidupan, alat komunikasi, sehingga memperlancar hubungan antar
individu.
|
B.
Tahapan
Dalam Belajar matematika.
1. Tahap
Belajar secara konkrit
Pada
tahapan ini dilakukan pembelajaran dengan cara memanipulasi obyek. Kegiatan
dengan memanipulasi obyek dapat dilakukan dengan menggabungkan balok-balok
sesuai dengan operasi matematika misalnya : anak diminta menggabungkan 5 balok
putih dan 5 balok biru hingga rangkain tersebut membentuk konsep penjumlahan
menjadi 10 balok.
2. Tahapan
Belajar Secara Semi Konkrit
Tahapan
ini dilaksanakan dengan jalan melakukan operasi matematika berdasarkan
ilustrasi dari obyek-obyek sebenarnya. Misalnya disajikan gambar-gambar
kemudian dibawahnya dituliskan lambang matematikanya atau angkanya. Contoh 3
gambar itik dan 4 gambar bebek akan menghasilkan 7 gambar yang berisi itik dan
bebek.
3. Tahapan
Belajar Secara Abstrak
Pada
tahapan ini anak belajar matematika tidak lagi memerlukan bantuan gambar atau
benda sebenarnya tetapi sudah mengarah pada konsep angka atau lambang bilangan
matematika dengan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian.
C.
Perkembangan
Matematika Usia Sekolah Dasar
Alley & Desler (1979) seperti
yang diungkapkan Mercer (1985:174) mengemukakan bahwa perkembangan kemampuan
untuk kegiatan matematika yang lebih tinggi secara berurutan mencakup:
1. Perubahan
berdasarkan hasil penjumlahan (comulative property of addittion)
Perubahan
ini berarti tanpa menghiraukan tempatnya bilangan yang sama apabila digabungkan
atau dijumlakan akan menghasilkan jumlah yang konstan seperti contoh berikut
ini
A+B
=B+A
3+5
= 5+3
2. Perubahan
berdasarkan hasil perkalian (comulative property ofmultification). Perubahan
berdasarkan perkalian mengandung arti tanpa menghiraukan tempatnya bilangan
yang sama apabila dikalikan akan
menghasilkan hasil yang konstan, misalnya:
A
X B = B X A
5
X 6 = 6 X 5
3. Perubahan
berdasarkan assosiasi (penggabungan )
penjumlahan dan perkalian, artinya tanpa menghiraukan tempatnya bilangan
tersebut akan menghasilkan nilai yang tetap pada hasil akhir, misalnya:
(A + B )+ C = A +( B + C)
(3
+ 4 ) + 5 = 3+ ( 4 + 5)
(A
X B) X C = A X( B X C)
|
4. Disibusi
perkalian atas penjumlahan, yaitu sifat
penyebaran antara perkalian dan penjumlahan yang akhirnya memiliki hasil yang
sama di akhir perhitungan, misalnya:
A
X ( B + C ) = ( AX B) + ( A X C )
6
X ( 7 + 3 ) = ( 6X 7) + ( 6 X 3 )
Berdasarkan
kajian teori di atas anak kelas 5 yang berusia 12 tahun, seharusnya sudah menguasai konsep-
konsep pembelajaran matematika pada tahapan abstrak dan telah memiliki
kompetensi operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
secara tanpa bantuan media peraga gambar maupun benda riel.
|
BAB
III
LANGKAH-LANGKAH
PENYELESAIAN KASUS
a.
Profil
anak
Nama anak : Wahyu raka
Tempat dan Tanggal lahir : Jakarta 5
Agustus 2000
Kelas : V SDN
Ciracas 03 Pagi
Alamat
Sekolah :
Jl. Raya Centek RT 003/ 03 Ciracas Jakarta
Timur
Alamat Rumah : Gg Senggol Rt 001/03 No: 34 Ciracas Jakarta Timur
Riwayat Sekolah : Pernah tidak
naik kelas satu kali di kelas III
Kesulitan yang dialami : Pada mata pelajaran
matematika khususnya
Konsep
perkalian dan pembagian operasi hitung bilangan bulat
b.
Langkah
Pelaksanaan assesmen.
Assesmen dilakukan selama 5 hari
dari hari senen 17 Desember 2012 sampai tanggal 21 Desember 2012 selama 30
menit per pertemuan.
Langkah-langkahnya :
1. Melakukan
tes awal tentang perkalian dan penjumlahan dalam angka di bawah 10, hasilnya
ternyata hanya 1 soal yang benar dari 20 soal
2. Menjelaskan
konsep operasi perkalian merupakan pengulangan dari operasi penjumlahan misalnya 4 x 3 = 4 + 4 + 4 = 12, langkah ini
diulang-ulang beerkali kali kemudian anak diberikan soal dengan bilangan di bawah 10
3. Setelah
anak menguasai konsep perklian dilanjutkan dengan konsep pembagian.
4. Menjelaskan
konsep pembagian dengan cara pengurangan berulang sampai mencapai angka 0
misalnya 8 : 2 = 8-2= 6-2=4-2=2-2=0 bilangan
pengurangnya ada 4 sehingga 8 : 2 = 4. Langkah ini juga diulang berkali-kali
sampai anak menguasai konsep secara utuh.
5. Mengkombinasikan
gabungan perkalian dan pembagian misalnya
4 x5 = 20 sedangka 20 : 5 = 4 dan 20 : 4 = 5
6. Langkah
terakhir adalah memberikan pos tes dengan soal yang sama dengan tes awal, dan
hasilnya ternyata 12 soal benar dari 20 soal yang disajikan.
7. Karena
Hasil post tes belum mencapai 100 % maka proses assesmen diulang kembali dari
awal siklus.
8.
|
BAB
1V
ANALISIS HASIL ASSESMEN
Selama proses assesmen ananda wahyu pulang sekolah
mundur 30 menit dari jam pulang dan sudah diberitahukan pada orang tua
sebelumnya. Dan waktu assesmen dilakukan tidak boleh mendapat bantuan dari
teman lain agar konsentrasi ananda wahyu tidak terganggu. Prosesnya dilakukan
dengan santai, dan penekatan pribadi agar tidak menimbulkan ketakutan atau
nerveus bagi anak.
Dari hasil assesmen pada siklus pertama ananda Wahyu
Raka masih menunjukkan hasil yang kuarang memuaskan yaitu 12 soal benar ( 7
benar perkalian dan 5 benar pembagian) dari 20 soal( 10 perkalian 10 soal
pembagian ) yang disajikan atau tahap
pencapaian 60 % akan tetapi pada siklus
ke dua ananda wahyu sudah dapat mencapai hasil yang maksimal yaitu 20 soal
benar semua.
Assesmen ini baru mulai tahap awal yang merupakan
dasar dari konsep perkalian dan pembagian dengan bilangan di bawah angka 10,
pada kelanjutannya akan diteruskan pada bilangan yang lebih besar dengan
tingkat kesulitan yang lebih tinggi, karena kompetensi yang harus dikuasai di
kelas V sangat bergantung pada kemampuan mengalikan dan membagi bilangan.
|
BAB
V
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
A.
Kesimpulan
Dari hasil analisis assesmen dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Perkembangan
belajar matematika anak usia 12 tahun seharusnya sudah mencapai tahap belajar
abstrak dengan menguasai operasi hitung bilangan penjumlahan, pengurangan ,
perkalian dan pembagian.
2. Apabila
sampai pada kelas V anak belum menguasai
konsep perkalian dan pembagian maka perlu dilakukan assesmen.
3. Konsep
perkalian adalah pengulangan dari konsep
penjumlahan, sedangkan konsep pembagian terkait dengan proses
pengurangan.
B.
Rekomndasi
1. Perlu
adanya proses repetisi setelah assesmen
berhasil agar ingatan anak dapat tahan lama dan tidak cepat lupa.
2. Perlu
adanya assesmen lanjutan dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi agar anak
dapat menguasai konsep perkalian dan pembagian secara utuh dan menyeluruh dari
angka atau bilangan kecil sampai bilangan bernilai besar.
|
DAFTAR PUSTAKA
1.
R. Soedjadi.1999.
Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Konstatasi Keadaan
Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan).
Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.
2. Martini
Jamaris 2009, Kesultan Belajar :Perpektif Assesmen dan Penanggulangannya, Jakarta:
Yayasan Penamas Murni
|